Kamis, 17 November 2011

CERPEN: SEBUAH PILIHAN

 SEBUAH PILIHAN

Langit telah gelap dan jarum jam telah menunjuk angka sembilan. Acara Reuni sudah akan segera dimulai. Risa melihat ke segala ruang mencari sosok laki-laki yang ia kagumi dulu. Sosok laki-laki yang menjadi sahabatnya sewaktu SMA. Risa telah lama kehilangan kabar darinya. Sekitar 5 tahun lebih.
            “Lo nyari siapa sih, Ris?!” tanya Panda salah satu teman kantornya yang juga satu SMA dengannya. Dia adalah wanita yang suka bercanda.
            “Nyari temen gue dulu, gue udah nggak lama denger kabarnya. Gue pengen tau aja kayak apa dia sekarang.” Risa menjawab pertanyaan Panda sambil menatap lekat-lekat wajah laki-laki yang ada di sekitarnya.
            “Temen apa kecengan lo?” Panda menggodanya. Karena setelah putus dengan Raka dua bulan yang lalu, Risa tak juga mencari pasangan. Padahal umurnya sudah hampir 24 tahun. Usia yang cukup matang untuk mancari pendamping hidup.
            “Ya temenlah, gila aja lo!” Risa mencoba menutupi perasaannya. Padahal dari dulu sampai sekarang dia belum bisa ngelupain Saka. Karena itulah Risa memilih untuk mengakhiri hubungannya dengan Raka.
            “Ya ya ya, gue percaya kok...”  Panda bersikap genit pada Risa. Walau Risa sudah bilang begitu, Panda tetap akan mencari tau tentang teman laki-laki yang dicari Risa. Panda memang selalu penasaran dengan Risa.
            “Lo nyariin Saka ya?” terdengar suara dari wanita bertubuh seksi yang berada di samping Risa. Wanita itu tidak lain adalah Via wakil ketua osis saat SMA dulu. Saat ini dia menjadi pramugari di sebuah maskapai penerbangan ternama. Dulu, Via sangat suka menggosipi orang-orang yang disekitarnya.
            “ Hmm, ya...” jawab Risa datar. Dia memang tidak akrab dengan Via. Karena Risa memang tidak pernah cocok dengan orang yang suka bergosip dan genit.
            “ Gue rasa dia nggak akan datang, karena dia sekarang benar-benar berubah. Lo pasti kaget kalau lo tau dia Gay..” Bibir merahnya mengatup saat ia melihat ekspresi Risa. Risa jelas tak percaya dengan ucapan Via. Bagaimana ia bisa percaya dengan orang yang terkenal dengan ratu gosip itu.
            “ Lo boleh percaya, boleh juga enggak. Yang jelas gue cuma bicara fakta. Terserah lo mau percaya atau nggak...” Via beranjak pergi dari Risa sambil berjalan ala model di catwalk.
***
            Saka gay?! Omong kosong apa ini? Jelas-jelas dia menyukai Fita hampir 6 tahun sejak dia masih SMP. Aku tentu tidak akan percaya dengan semua ini. Bagaimana aku bisa percaya dengan ratu gossip seperti Via. Aku pikir dia telah berubah tapi ternyata tidak. Selalu saja membicarakan berita bohong. Tapi, kenapa kemarin Saka tidak datang ya? Padahal dulu dia bilang, kalau sudah reuni nanti dia orang yang akan paling pertama datang. Apa karena Fita tidak datang juga ya?
            Segala kemungkinan itu terus saja bergulir di pikiran Risa. Dia benar-benar penasaran kenapa Saka tidak datang dalam acara reuni kemarin. Risa berjalan sambil terus memikirkan Saka.
            “Hai, Risa kan?” seseorang menegurnya dari belakang. Risa memandangi laki-laki bertubuh tegap dengan kaos hitam ketat yang berdiri disampingnya.
            “Iya.. Kamu...?” Risa mengangguk sambil mengingat-ingat wajah laki-laki berparas oriental itu. Dia tersenyum pada Risa lalu duduk disamping Risa.
            “ Saka...?” Risa tiba-tiba ingat dengan wajah itu. Saka sahabatnya sekaligus laki-laki pujaannya sewaktu SMA. Saat ini dia terlihat begitu gagah dan menawan.
            “Akhirnya ingat juga. Lo berubah ya..” kata Saka dengan ekspresi muka yang takjub. Mungkin sedikit terpesona. Dia memandangi Risa dari ujung kaki sampai ujung kepala.
            “ Emangnya gue power rangers, pake berubah-berubah segala. Kemarin kenapa lo nggak dateng ke reunian?” Risa mengajukan pertanyaan. Saka tak segera menjawab. Dia diam seperti memikirkan sesuatu.
            “ Gue sibuk kemarin...” Saka sedikit terbata-bata. Saka seperti menyembunyikan sesuatu yang tidak ingin orang lain tau.
            “ Lo sama sekali nggak berubah ya.. Lo tau gara-gara lo nggak dateng ke reunian, lo digosipin gay sama Via. Lo inget Via kan? Yang dijulukin ratu gossip waktu SMA itu loh. Gila emang tu orang. Udah umur 24 tahun masih aja nggak berubah...” Risa terus mengoceh sedangkan Saka mencerna setiap kalimat yang diucapkan Risa.
            “Lo salah Risa, Via udah berubah. Dan gue juga udah berubah. Semua orang pasti berubah.” Saka memandang Risa dalam. Dia tau Risa tidak akan percaya dengan apa yang akan ia katakan. Terkadang memang sulit menghadapi kenyataan yang ada.
            “Maksud lo?” Kata-kata Saka membingungkan Risa. Saka menarik nafas berat. Rasanya sulit sekali mengakui hal yang sejujurnya tidak ia inginkan.
            “Gue emang gay, Ris...” Saka menjawab semua kebingungan Risa. Berharap sahabatnya itu akan mengerti dan tidak mengucilkannya seperti teman-temannya yang lain. Saka memegang tangan Risa tapi Risa langsung menepisnya.
            “Lo becanda ya? Nggak lucu tau!” Risa menatap lekat-lekat laki-laki pujaannya itu yang dari dulu tidak pernah tau perasaannya.
            “Gue serius. Gue juga nggak tau kenapa gue bisa jadi begini. Yang jelas gue cuma mau jujur sama lo. Dan gue harap lo nggak ngucilin gue kayak yang lainnya.” Saka lalu diam seribu bahasa.
            “Please, Ka! Bilang ini nggak bener!” Risa masih tidak percaya dengan apa yang barusan ia dengar. Dia langsung menatap Saka. Kata orang, mata jarang sekali berbohong. Dari matanya, memang tak ada kebohongan sedikitpun.
            “Ini kenyataannya, Ris! Dari dulu, hidup gue emang selalu nggak pernah bener. Keluarga gue berantakan, temen-temen kerja ngucilin gue dan tetangga gue ngomongin gue mulu. Hidup gue udah ancur, Ris! Gue heran, kenapa nggak ada orang yang bisa nerima gue?” Saka nampak putus asa dengan kehidupannya yang selalu berantakan.
            “ Saka... Kenapa? Kenapa lo jadi kayak gini sih? Apa karena Fita? Karena Fita nggak pernah nerima cinta lo? Jadi lo ngelampiasin dengan seperti ini?” Sebenarnya masih banyak pertanyaan di benak Risa tentang Saka.
            “Gue nggak tau!” Saka menatap Risa lama sekali. Menatap sahabatnya yang punya respon yang sama dengan yang lainnya. Harapannya pupus karena Risa sepertinya juga tidak bisa menerima keadaannya yang sekarang. Saka lalu masuk ke dalam mobilnya yang ia parkir tak jauh dari situ.      
***
            Tiga hari setelah kejadian itu, Risa berinisiatif untuk segera mungkin melupakan Saka. Dia berniat untuk kembali pada Raka, untuk memulainya dari awal tapi bukan untuk pelarian. Dia hanya ingin memulainya sekali lagi untuk bisa melupakan Saka. Orang yang ia tunggu selama sekian tahun yang akhirnya mengecewakannya juga.
            “Ka, maaf atas segala kesalahan yang pernah aku buat sama kamu. Aku tau, aku salah. Aku udah ngegagalin semua rencana yang udah kita buat. Dan, sekarang aku nyesel. Mungkin aku terdengar sangat egois dan nggak mikirin perasaan kamu. Tapi...aku cuma pengen kita balikan lagi kayak dulu...” Kalau dengan Raka, Risa pasti selalu ber-aku-kamu- karena pada dasarnya Raka juga selalu ber-aku-kamu-. Jadi aneh rasanya, kalau Risa tetep keukeuh ber-gue-elo- dengannya.
            “Risa, sebenarnya ada apa? Nggak biasanya kamu begini.” Raka ternyata tidak pernah marah padanya. Terlihat dari responnya yang masih care dengan Risa.
“Setelah semua yang aku lakukan padanya, dia sama sekali tidak marah padaku. Malahan dia terlihat masih peduli denganku. Raka memang perfect. Tapi kenapa aku tidak bisa menyukainya ya?” Batin Risa.
“Aku cuma nyesel sama keputusan aku dulu. Kamu nggak marah sama aku kan? Raka, sekarang aku cuma butuh kesempatan kedua. Aku pengen balikan lagi sama kamu, Ka. Please, Ka...” Risa mencoba membujuk Saka.
“Aku nggak pernah marah sama kamu. Karena aku pikir itu hak kamu. Kamu berhak memilih siapa yang terbaik buat kamu. Tapi jujur, untuk saat ini aku nggak bisa.” Saka mencoba berbicara sehalus mungkin.
“Kamu udah nggak sayang sama aku ya? Atau kamu udah sama orang lain?” Risa tak bisa mengendalikan emosinya.
Raka menggeleng. “Aku masih sayang sama kamu. Sayang benget. Tapi aku nggak pengen kita ngejalanin hubungan dengan terpaksa. Terutama buat kamu.” Raka berbicara dengan tenang.
“ Maksud kamu?” Risa tak mengerti dengan ucapan Raka. Risa menunggu penjelasan dari Raka.
“ Aku tau semuanya, Risa. Aku tau tentang Saka, cowok yang nggak pernah bisa kamu lupain itu. Dan, aku yakin sampai detik ini kamu masih nggak bisa ngelupain dia. Walau kamu nggak pernah cerita, untuk ngejaga perasaan aku. Selama ini aku nyari tau tentang Saka dari temen-temen kamu, Risa... aku cuma pengen kamu berusaha untuk nyoba ngejalanin hubungan sama dia kalau kamu pikir dia emang yang terbaik buat kamu.” Saka memeluk Risa erat sekali.
“Tapi Saka gay, Ka...! aku nggak mungkin ngejalanin hubungan sama dia... Jujur, aku bener-bener nggak bisa ngadepin kenyataan ini...” Tangis Risa pecah saat mengingat pengakuan dari Saka kemarin.
“Tapi kamu sayang kan sama dia?” perlahan Raka melepaskan pelukannya. Risa hanya mengangguk kecil.
“Buat dia berubah, Ris... Aku yakin saat ini dia butuh seseorang yang bisa menuntunnya. Dan, orang itu kamu. Aku yakin kamu bisa.” Kata-kata Raka barusan benar-benar membuat Risa lega.
***
Risa setengah berlari mencari-cari Saka. Sudah hampir tiga jam dia mencari Saka. Dia berharap ia akan menemukan Saka hari ini juga. Langkah Risa tiba-tiba terhenti saat melihat Saka bergandengan tangan dengan seorang laki-laki yang kemayu. Tanpa pikir panjang, Risa langsung menghampiri mereka.
“Saka, aku mau bicara sebentar...” Risa memandang mereka berdua bergantian. Menangkap aura negatif dari Risa padanya. Laki-laki yang kemayu itu langsung pamit dan meninggalkan mereka berdua. Padahal Risa sudah mencoba tersenyum padanya. Insting perempuan mungkin? Hei, tapi dia kan bukan perempuan.
“Ternyata lo masih mau ketemu gue... gue kira...” Saka berhenti bicara saat melihat tampang jutek Risa. Sejak SMA, Saka memang ngeri liat wajah jutek Risa.
“Saka, lo belum jawab pertanyaan gue tempo hari. Dan, sekarang gue mau lo jelasin semuanya. Itupun kalo lo masih nganggep gue temen.” Risa masih memandangnya dengan jutek.
“Gue rasa gue nggak perlu ngejelasin hal itu. Gue pikir lo bisa nerima gue seperti ini. Tapi gue salah, lo sama aja kayak yang lainnya. Semua orang itu sama aja. Memandang orang kayak gue seolah menjijikan banget. Gue gini juga bukan keinginan gue kok. Kalo gue disuruh milih antara lahir ke dunia ini atau enggak, gue pasti lebih memilih enggak lahir. Gue benci sama hidup gue.” Saka memandang Risa dalam.
“Lo nggak pantes bicara kayak gitu. Itu artinya lo nggak menghargai yang udah Tuhan kasi ke elo.” Risa melirik Saka.
“Kalo lo jadi gue, gue ragu lo masih bisa bilang kayak gitu. Gue kadang ngerasa Tuhan nggak adil karena cuma ngasi dua pilihan. Pilih hidup atau mati, iya atau tidak, benar atau salah, baik atau jahat, laki-laki atau perempuan... Nggak ada satupun orang yang peduli sama gue.” Saka menarik nafas dalam-dalam.
“Lo salah, Ka. Gue peduli sama lo! Makanya gue kesini. Gue pengen lo jadi normal lagi. Nggak kayak gini. Lo pasti bisa, Ka. Mulai  hidup lo dari awal lagi. Gue pengen lo berubah. ” Risa tak bisa menahan air matanya.
“Bullshit! Kalo lo mau gue ngerubah hidup gue, kasi gue alasan kenapa lo pengen gue berubah!” Saka menatap Risa dengan bibir yang bergetar. Wajahnya yang putih memerah. Matanya berkaca-kaca.
“ I think...i.. i..love you..” Risa menunduk. Dia tidak berani menatap Saka. Hatinya sakit sekaligus senang.
Saka terperangah dengan ucapan Risa. Dia diam sambil menatap Risa. Saka lalu duduk disamping Risa. Dia menutup wajahnya dengan kedua tangannya.
“Maaf...” bibir merah Saka bergerak. Tubuhnya berkeringat. Dia lalu melirik Risa yang masih terus menunduk sejak tadi.
“Udah, lupain aja. Jujur, gue udah ngerasain perasaan ini sejak kita SMA dulu. Dari dulu, sebenarnya gue pengen bilang tapi gue tau kalau lo cuma...” Risa tak ingin melanjutkan kata-katanya.
“Fita sudah jadi adik tiri gue sekarang.” Saka lalu memeluk Risa dengan erat. Seolah tak ingin melepaskannya.
***
“Ka, gue seneng akhirnya lo berubah juga.” Risa menatap laki-laki berkacamata yang ada di hadapannya. Saka tersenyum.
“Ini berkat lo. Gue tau. Dasar, gila pujian!” Saka meledeknya lalu memandang laki-laki yang di samping Risa. Dia lalu tersenyum pada Raka.
“Ini juga berkat lo. Thank’s to you.” Saka dan Raka lalu berpelukan (Eits, pelukan ala laki-laki tentunya.) Raka tersenyum.
“Ini pelajaran yang berharga buat hidup gue. Gue udah mengambil sebuah pilihan. Ya. Pilihan hidup. Dan, gue harap semoga hidup gue bisa lebih baik dari sebelumnya.” Saka menatap Risa lalu Raka.
“Kita sama-sama membuat pilihan pada kejadian ini. Saka, kamu membuat pilihan untuk kembali menjadi laki-laki normal. Risa, kamu membuat pilihan untuk memilih Saka daripada aku. Dan, aku membuat sebuah pilihan untuk membiarkanmu bersama orang yang kamu anggap terbaik.” Raka berkata dengan sangat bijak. Saka dan Risa hanya mengangguk sambil tersenyum.
“Oke, aku harus pergi. Sampai jumpa.” Raka melambaikan tangannya sambil menarik kopernya menuju pesawat yang akan membawanya pergi ke negeri Paman Sam, Amerika.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jangan lupa komentar ya, buat penyemangat! pujian, kritik, kripik, duit saya terima semuanya... Suka-suka kamu deh... :D