Senin, 23 November 2009

Resensi Novel Tarian Bumi

Resensi Novel Tarian Bumi


1. Identitas novel :
a. Judul buku : Tarian Bumi
b. Nama pengarang : Oka Rusmini
c. Penerbit : Gagas Media
d. Tahun terbit : 2007
e. Tebal buku : 182 halaman
f. Harga : Rp 35.000,-

2. Tujuan resentator : untuk sebuah tugas resensi
3. Sinopsis : Telaga adalah seorang perempuan keturunan brahmana. Dia dilahirkan dari tubuh seorang penari. Telagapun lahir dengan tubuh seorang penari. Telaga yang sudah tumbuh semakin dewasa, terlebih setelah upacara menek kelih, sebuah upacara pembaptisan lahirnya seorang gadis baru, harus melepaskan kulit kanak-kanaknya. Masa-masa yang paling menarik. Masa-masa dimana saat dia bisa melakukan apa saja. Kadang Telaga berpikir ingin mencuri masa itu lagi satu atau dua hari lagi, namun waktu tidak mungkin terulang kembali. Telagapun harus memasuki masa yang paling menyulitkan. Masa yang selalu memiliki pertanyaan yang begitu beragam tentang hubungan laki-laki dan perempuan. Namun, perlahan perasaannya itu sirna ketika dia sadar bahwa dia telah jatuh cinta pada seorang laki-laki keturunan sudra yang bernama Wayan Sasmhita. Sebenarnya perasaan itu sudah tumbuh sejak lama, sejak ia masih kanak-kanak.
Wayan Sasmhita adalah pelukis yang berbakat. Wayan Sasmhita hanya hidup dengan ibu dan adiknya. Wayan Sasmhita sering datang ke griya untuk menemui Ida Bagus Ketu Pidada, Telaga memanggil laki-laki tua itu dengan sebutan “kakek”. Wayan, adalah kesayangan Ketu. Dari bisik-bisik orang di griya Telaga, Wayan sesungguhnya anak kandung Ketu. Namun dulu, tidak ada keluarga griya yang menikah dengan perempuan sudra. Dilarang keras.
Mereka akhirnya sadar bahwa mereka memiliki perasaan yang sama. Walau terganjal dengan status, mereka memutuskan menghadapinya bersama. Keputusan Telaga untuk menikahi laki-laki sudra tentu ditentang oleh ibunya, Jero Kenanga. Ibu Telaga sebenarnya adalah seorang perempuan sudra, nama aslinya adalah Luh Sekar. Dia sangat pintar menari dan sangat ambisius. Ambisinya sejak dulu adalah menjadi keturunan brahmana untuk meningkatkan derajat statusnya karena dia terlahir dari seorang pengkhianat desa. Orang-orang selalu menatapnya dengan rendah. Segala cara dia lakukan untuk menjadi perempuan brahmana, salah satunya dengan menikah dengan laki-laki keturunan brahmana tak bertanggung jawab seperti ayah Telaga. Saat usia Telaga 8 tahun, laki-laki itu meninggal secara tragis di sebuah rumah PSK. Telaga tak pernah menganggap laki-laki itu ayahnya, karena dia tak pernah memberikan kebahagiaan sedikitpun pada Telaga. Di lain pihak, ternyata ibu Wayan Sasmhita, Luh Gumbreg juga tidak setuju dengan keputusan mereka berdua karena perempuan itu percaya bahwa seorang laki-laki sudra dilarang meminang perempuan brahmana. Akan sial jadinya jika mereka tetap menikah. Luh Gumbreg percaya bahwa perempuan brahmana adalah surya, matahari yang menerangi gelap. Kalau matahari itu dicuri, bisakah dibayangkan akibatnya?
Wayan Sasmhita dan Telaga tetap bersikukuh dengan keputusannya. Mereka tetap menjalankan pernikahannya walaupun tanpa restu dari ibu Telaga. Hidup Telagapun jadi berubah total. Dia harus bangun pagi-pagi tidak ada pelayan yang menyiapkan segelas susu dan roti bakar, yang ada hanyalah segelas air putih, itupun air putih kemarin. Walau begitu, Telaga tetap merasa bahagia. Setelah setahun menikah merekapun akhirnya di karuniai seorang bayi perempuan yang diberi nama Luh Sari. Namun kebahagiaan mereka tak berlangsung lama saat Wayan ditemukan telah menjadi mayat di studio lukisnya. Kata dokter, Wayan menderita kelainan jantung sejak ia masih kanak-kanak. Luh Gumbreg selalu menyalahkan Telaga atas kematian anak laki-laki satu-satunya itu. Dia masih percaya dengan mitos-mitos yang beredar. Luh Gumbreg yang ingin menjaga keselamatan dan ketenangan keluarganya lantas menyuruh Telaga untuk melakukan upacara Patiwangi karena saat Telaga menikah dia belum pamit dari griya.
Keinginan Telaga untuk melakukan upacara tersebut sempat ditentang oleh ibunya. Namun Telaga tidak berkecil hati, dia terus memohon. Dia tidak rela ada perempuan lain yang menginjak kepalanya terlebih jika perempuan itu bukan perempuan yang layak. Wanita itu memang keras kepala. Tidak ada yang bisa merubah keinginannya. Namun, nurani keibuannya akhirnya mengalahkan keegoisannya.
Suasana pura semakin menggelisahkan. Sesaji sudah berada di hadapan Telaga. Air mulai menguasai tubuhnya seperti ratusan tombak tajam. Telaga bergumam, membiarkan perempuan tua itu mencuci kaki di ubun-ubunnya untuk menjelmakan dirinya menjadi perempuan baru. Perempuan sudra.

4. Kepengarangan : Oka Rusmini lahir di Jakarta, 11 Juli 1967. Karya-karyanya banyak memperoleh penghargaan, termasuk Tarian Bumi. Buku puisi, novel, dan kumpulan cerita pendeknya yang telah terbit Monolog Pohon (1997), Sagra (2003), Kenanga (2003), Patiwangi (2003), Warna Kita (2007).

5. Keunggulan : Novel ini sangat menarik. Tak cuma dari gaya bahasanya yang mengalir, padat, dan indah, namun juga bentuk-bentuk ketidak adilan yang dihadapi oleh perempuan Bali dan kisah perjuangan Telaga dalam mencari kebahagiaan yang sesungguhnya.

6. Simpulan :
Novel ini mengisahkan kedudukan perempuan dalam masyarakat dan beban diskriminasi kasta yang dialami perempuan Bali. Novel yang bertemakan kehidupan perempuan Bali ini mengajarkan kita untuk berani melakukan apapun untuk mendapatkan kebebasan dan kebahagiaan yang sesungguhnya.

7. Unsur Intrinsik :
• Tema : Kehidupan perempuan Bali
• Alur : Campuran
• Tokoh : Telaga (Protagonis)
Jero Kenanga (Antagonis)
Wayan Sasmhita (Protagonis)
• Latar : Bali
• Sudut Pandang : Orang ketiga

Amanat : Jangan pernah takut melakukan apapun untuk mendapatkan kebebasan dan kebahagiaan yang sesungguhnya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jangan lupa komentar ya, buat penyemangat! pujian, kritik, kripik, duit saya terima semuanya... Suka-suka kamu deh... :D