Jumat, 25 November 2011

CONTOH NOVEL 2


JUDUL: MIRACLE
1
ASebuah ÀwalA

“ Uwwwa..................” BRUK! BRUK! BRUK!  Terdengar dari kejauhan ada sesuatu yang jatuh dari pohon mangga yang terletak dekat perpustakaan sekolah. Pohon setinggi 3 meter itu memang sedang berbuah lebat. Jadi wajar saja, kalau ada yang memanjat pohon mangga itu. Tapi, tak terlihat ada seorangpun disitu. Maklum, perpustakaan bukanlah tempat nongkrong yang asyik bagi para siswa SMA Nusa Bangsa. Perpustakaan memang kalah populer dengan kantin sekolah. Kebanyakan siswa lebih memilih kantin daripada perpustakaan. 
 Buah mangga berserakan dimana-mana. Daun-daunnya juga. Tak jauh dari pohon mangga itu, terlihat gadis berkepangdua yang menunduk sambil memegangi lututnya. Wajahnya yang putih di penuhi tanah akibat kejadian tadi.   Seragamnya penuh dengan daun mangga dan semut-semut hitam yang berkeliaran. “ Aduh...” ringisnya kesakitan. Gadis itu bernama Cerri Argelita Rami. Bulan November ini usianya genap 16 tahun. Dia duduk dibangku SMA kelas tiga jurusan IPA. Cerri lalu membersihkan seragamnya dari dedaunan dan semut-semut hitam itu.
Damn!” umpatnya kesal sambil menepuk-nepuk roknya yang kotor akibat tanah yang becek.
            Cerri  duduk di bawah pohon mangga. Masih memegangi lututnya. Tak jauh dari situ tiba-tiba seorang anak laki-laki muncul sambil berlari-lari dari taman belakang. Nafasnya terengah-engah. Anak itu membungkuk sambil memegangi kedua lututnya.  Baju seragamnya penuh dengan keringat. Anak itu memakai seragam sekolah dan---celana olahraga. Sungguh orang yang aneh.
Anak laki-laki itu lalu menoleh ke arah Cerri. Matanya tak berkedip untuk beberapa detik. Dia mematung. Dia lalu tersenyum dan sedikit tertawa.   
“ Helo!” sapanya dengan sok akrab. Anak itu lalu berlari ke balik pohon mangga.
Sedikit terburu-terburu dia lalu membuka celana olahraganya  dan mengganti celananya dengan celana seragam sekolah. “ Ng? Hei, apa-apaan kau?!” Cerri memalingkan wajahnya.
“ Sudah, jangan cerewet! Kau pikir kenapa aku lari-lari tanpa tujuan begini?!” Laki-laki itu lalu menutup resletingnya dan mengambil kacamatanya dari saku bajunya. 
“ Memangnya siapa yang peduli? ” Cerri memberanikan diri menoleh ke balik pohon mangga itu. “ Aku dikejar-kejar sama satpam di depan cuma gara-gara masih pakai celana olahraga. Aneh banget kan?! ” Laki-laki itu lalu membenahi posisi kacamatanya. “ Kau itu yang aneh...!” Cerri memandang laki-laki itu dengan jutek.
Laki-laki itu memandangi sekelilingnya. “ Kau sendiri, sedang apa disini?” tanya laki-laki itu pada Cerri.
Cerri tergagap.---Dia kan tidak mungkin bilang kalau dia manjat pohon mangga gara-gara takut kucing---. Bisa-bisa seluruh anak-anak bisa tahu. Bisa diledek habis-habisan nanti! Cerri tak menjawab pertanyaan laki-laki itu. Laki-laki itu memperhatikan sekelilingnya.  “ Wah, kau pintar juga mencuri mangga ya? Mungkin tepatnya berbakat. Mungkin lain kali aku akan minta bantuanmu untuk mencuri mangga di rumah sepupuku.” Laki-laki itu berlalu sambil melambaikan tangannya.
AAA
           
Di dekat laboratorium, ada semacam batu datar yang menjadi tempat favorit Cerri dan teman-temannya. Mereka selalu ngobrol ditempat ini. Cerri duduk di sebelah sahabat dekatnya. Namanya Ariavini Ferdita. Hobinya adalah membaca buku-buku yang berkaitan dengan sastra. Katanya sih, dia bercita-cita menjadi sastrawan---eh, kalau buat cewek jadinya sastrawati ya? Nah, demi mewujudkan cita-citanya itu sekarang Vini jadi rajin membaca buku-buku sastra. Cerripun jadi ikut-ikutan baca buku. Tapi bukan buku tentang sastra.  Sambil bersiul, Cerri membaca buku kesukaannya. Buku itu baru dibelinya kemarin saat jalan-jalan dengan Vini. Judul buku itu adalah Ica-Ica Gokil, seri yang ketiga. Buku itu berisi  cerita humor yang bisa membuat Cerri tertawa terbahak-bahak.
“ Duh, Cerri! Kalau lagi baca nggak usah bersiul! Berisik tau!” Kali ini Cerri sudah mendapat dua omelan dari Vini. “ Memangnya kenapa? Ini kenikmatan untukku.” Cerri tetap bersiul tanpa menghiraukan omelan sahabatnya itu. “ Hei, Udah lama ya?!” Sahabat Cerri yang satu ini memang ratunya terlambat. Setiap ngadain janji pasti terlambat. Alasannya banyak banget. Nggak ini, ya  itu. Pokoknya ada aja. Dan nggak heran, dia dapet predikat Miss telat se-Nusa Bangsa.  Namanya adalah Dera Trianisa Apmira. Rambutnya yang panjang selalu tertata rapi. “ Lama banget!!! ” kata Cerri dan Vini serempak.  “Masalahnya itu tadi aku---” kata Dera memulai seribu satu alasan terlambatnya. “ Cukup.” Potong Cerri cepat.  “ Oya, kalian udah pada tahu belum, kalau Sin itu suka sama Erika?” tanya Dera sambil menjentikkan jemarinya. Cerri dan Vini saling berpandangan. “ Sin? Maksudmu Sin yang ikut kelas musik itu ya?? Yang jago main piano itu?” Ekspresi Vini berubah 180 derajat. Wajahnya seketika berseri-seri saat Dera menyebut nama Sin. Dera mengangguk setuju sambil tersenyum. “ Sin temennya cos sama tan ya? Trigonometri dong! Hehehe.” Cerri cekikikan sendiri. Vini dan Dera memandang Cerri dengan kesal. Cerri mengangkat satu alis kanannya. “ Sin siapa sih??” kali ini Cerri terlihat begitu penasaran. Vini dan Dera saling berpandangan. “ Ada deh!” sahut mereka serempak.
AAA

“ Duh, siapa sih si Sin itu?” Cerri tak bisa menutupi rasa penasarannya.  Gara-gara ulahnya tadi, Vini dan Dera jadi nggak mau berbagi dengannya.  Sejak tadi nama Sin itu selalu berputar-putar di benaknya. Padahal Cerri sudah berusaha untuk melupakannya tapi hasilnya malah lebih parah. Dari jam pelajaran di mulai sampai  jam pelajaran selesai, Cerri selalu memikirkan hal itu. Tiba-tiba Cerri teringat akan sesuatu. “ Ya ampun, catatan sejarahnya Vini ketinggalan di kelas!” kata Cerri sambil memegangi kepalanya. Tanpa pikir panjang Cerri bergegas menuju kelasnya.
“ Nah, ini dia!” seru Cerri sambil mengambil catatan itu di kolong mejanya. Cerri lalu membuka catatan itu untuk mengeceknya. Di cover catatan itu tertulis nama ERIKA LARASATI. “ Oh, My God! Punya Vini mana dong?” Cerri terlihat begitu panik. Cerri diam sejenak. “ Mungkin tertukar sama Erika. Lebih baik aku tanya dia.” Kata Cerri sambil menggigit bibirnya.
Cerri menyusuri tiap-tiap kelas. Semuanya sepi. Tak ada seorangpun. Pintu kelaspun sudah tertutup. Rupanya anak-anak yang lain memang tak begitu suka dengan sekolah. Cerri menghentikan langkahnya sejenak. Matanya memandangi kelas yang terletak paling ujung itu. Pintu kelas itu masih terbuka.    “ Kelasnya Erika yang dipojokan itu bukan ya...?” Cerri tampak ragu-ragu. Tapi akhirnya ia melangkah terus. Dari kaca yang bening terlihat Erika dan seorang laki-laki sedang membicarakan sesuatu. Erika duduk sedangkan laki-laki itu berdiri di depan Erika. Mereka seperti membicarakan hal yang begitu serius.
“ Aku ingin mengatakan sesuatu padamu. Ini tentang yang kemarin...” Erika menatap laki-laki dengan seksama.
Laki-laki itu lalu duduk disebelah Erika. “ Katakan saja...” katanya lembut. “ Ini tentang yang kemarin....” Erika menggantungkan ucapannya. Sin nampak bisa membaca pikiran Erika. “ Itu lagi ya...” laki-laki itu tersenyum kecil. Erika menunduk. “ aku benar- benar minta maaf. Aku tidak tahu kenapa anak-anak yang lain bisa tahu...” Kata Erika tanpa menatap laki-laki itu. Biasanya jika orang tidak menatap kita saat berbicara, ada kemungkinan kalau dia sedang membohongi kita. Tapi tidak selamanya begitu. Laki-laki itu diam. “ Sudahlah...” sahutnya sambil menatap Erika. “ Sin, aku benar-benar minta maaf.” Erika kelihatan menyesal sekali.  
Cerri terperangah. Dia bilang Sin? Jadi dia yang Dera maksud. Katanya dalam hati. Sin lalu bangun dari tempat duduknya. “ Aku tahu kau menyukai dia. Jadi sebaiknya kau lupakan perkataanku kemarin. Kau tidak perlu minta maaf lagi.” Ujarnya. Sin lalu keluar dari kelas dan memergoki Cerri yang sedang melamun di balik pintu kelas. Sin lalu menarik tangan Cerri dan membawa Cerri ke balik tembok. Cerri seketika bangun dari lamunannya. Cerri berusaha melarikan diri dari Sin. Tapi sialnya, kunci sepedanya terjatuh dan Sin mendapatkannya. Cerri menyerah. “ Oke, baiklah. Aku menyerah, sekarang kau mau apa??”

AAA

Sin mengajak Cerri pergi ke atas gedung. Karena tak ada jalan lain, Cerripun mengikutinya dari belakang. “ Kau mau bawa kunciku kemana sih?” kata Cerri cemberut. “ Sudah, diam saja! Terus saja ikuti aku!” sahutnya ketus. Mereka menapaki tangga satu persatu sampai akhirnya mereka sampai di atas gedung yang tingginya sekitar 18 meter dari tanah. Sin lalu menyandarkan tubuhnya di tembok.
“ Sedang apa kau disana? Kau tidak mau kuncimu kembali?” tanyanya pada Cerri yang berdiri di pinggir gedung. Cerri tak menggubris pertanyaan dari Sin. “ Lihat apa sih??” tanyanya penasaran.
Cerri lalu menunjuk seseorang yang memakai celana olahraga yang berada di bawah mereka. “ Kau kenal dia?”  Sin melirik orang yang ditunjukkan Cerri.     “ Tidak, aku tidak kenal dia!” sahutnya cepat. Sin seperti tak mau tahu. Sin lalu mengalihkan pandangannya ke tempat lain. “ Kau bohong!” kata Cerri sambil menatap Sin. “ Untuk apa aku bohong?!” katanya kemudian. Cerri diam.
“ Oya, tadi apa kau mendengar semua percakapan kami?” tanyanya sambil melempar-lemparkan kunci sepeda Cerri yang  digantungi boneka mashimaroo.   “ Tidak semuanya, aku hanya dengar sedikit dan itupun samar-samar.” Kata Cerri menjelaskan. Sin lalu memegang pundak Cerri dengan kuat. “ Benar begitu?” tanyanya memastikan.
Cerri mengangguk. “ Aku ini orang yang jujur tau! Lagipula untuk apa aku mendengar percakapan kalian yang tidak penting itu?! Apa untungnya?” kata Cerri sambil memalingkan wajahnya.  Sin tak mengubris sedikitpun. Ia hanya diam. “ Hei, cepat kembalikan kunci sepedaku!” kata Cerri sambil mengetuk-ngetukan sepatunya. Rasanya Cerri sudah tidak sabar untuk pergi dari Sin.
Sin memandangi Cerri dari atas lalu ke bawah dan dari bawah lalu ke atas. “ Sepertinya kau orang yang bisa dipercaya.” Katanya kemudian. Cerri mengangguk pasti. “ Itukan sudah pasti! Dari tadi aku kan sudah bilang, kalau aku ini adalah orang yang jujur dan baik. Ayo, cepat kembalikan kunciku!” kata Cerri sambil menggerakkan jari telunjuknya. Sin lalu mendekati Cerri. Dia lalu berbisik di telinga kiri Cerri. “ Kalau ada yang tahu soal ini, kau pasti tau akibatnya kan?!” Sin lalu berjalan perlahan meninggalkan Cerri lalu melemparkan kunci sepeda itu ke arah Cerri. Tapi sialnya, kunci Cerri malah jatuh ke bawah sebelum Cerri sempat menangkapnya. “ Yah, jatuh!!” Cerri terlihat begitu panik. “ Damn!” umpatnya.  
AAA

“ Dia itu benar-benar orang yang tidak berperasaan!” Cerri sewot. Dia melangkah menuju parkiran tempat sepedanya berada dan tempat Sin menjatuhkan kunci sepedanya.
“ Aw!!” tiba-tiba seseorang menabrak Cerri dari belakang. Punggungnya terasa sakit. “ Huh! Kamu lagi! Kenapa sih kamu selalu cari masalah sama aku?” bentak Cerri dengan amarah yang berkobar-kobar.
Laki-laki itu lalu membekap mulut Cerri dan menyuruhnya diam. Cerri mendengus dengan kesal. “ Kenapa kau membekap mulutku?! Kau mau menculikku ya? Hei, harusnya kau minta maaf dulu!” Cerri mencoba melepas tangan laki-laki yang membekap mulutnya itu. “ Dasar cerewet!” Laki-laki itu memelototi Cerri. Perlahan laki-laki itu melepaskan tangannya dari mulut Cerri. Tapi jarinya mengisyaratkan Cerri untuk diam. “ Aku lagi dikejar-kejar sama satpam, entar kalo satpam itu lewat bilang aku lari kesana. Oke?” katanya sambil menunjukkan arah ke kamar mandi. “ Kalau dia tidak tanya?” Cerri memandang jutek. Laki-laki itu tak sempat menjawab. Dia lalu bersembunyi dibalik semak-semak dekat kebun tanaman langka sekolah.
 Dan... Benar saja, selang satu menit seorang satpam lalu menghampiri Cerri sambil menoleh kesana-kemari persis seperti polisi yang lagi mau nangkep buruannya. “ Dik, tadi lihat anak cowok lari kesini pake celana olahraga?” katanya sambil tetap menoleh ke segala arah.
Cerri lalu tersenyum lebar. “ Tuh! Disitu...” katanya sambil menunjuk tempat persembunyian laki-laki aneh itu.
Satpam dengan sigap lalu menangkap anak laki-laki aneh bercelana olahraga itu. Tampangnya benar-benar jutek. Cerri langsung tertawa cekikikan.
“ Itu balasan karena sudah menabrakku!” kata Cerri sambil tersenyum super sinis.
Laki-laki itu membenahi bajunya sambil menatap Cerri tak kalah sinis. Ekspresi wajahnya tidak sedikitpun mengisyaratkan penyesalan. Cerri benar-benar bingung. Anak ini kenapa? Sakit?
Dalam perjalanan menuju ruang BK satpam nampak memberikan ceramah yang panjang lebar. Tapi lagi-lagi dia hanya tersenyum. Laki-laki itu lalu menoleh dan tersenyum pada Cerri sambil memperlihatkan sesuatu pada Cerri.
Cerri terbelalak. “ Ah, Kunci sepedaku! Sialan!”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jangan lupa komentar ya, buat penyemangat! pujian, kritik, kripik, duit saya terima semuanya... Suka-suka kamu deh... :D